
Photo: Dreamstime
Ketersediaan energi sangat penting peranannya dalam menjamin kelangsungan perekonomian dunia. Terganggunya pasokan energi ke suatu negara tertentu akan segera berdampak pada perekonomian dunia. Apalagi jika masalah tersebut terjadi di negara industri besar, maju dan berpengaruh. Saat ini, disamping menghadapi efek pemanasan global atau perubahan iklim sebagai akibat dari pemakaian energi fosil atau energi tidak terbarukan, dunia juga serius membahas permasalahan semakin terbatasnya sumber energi tersebut.
Sebagai negara yang terintegrasi ke dalam sistem perekonomian dunia, Indonesia juga tidak bisa berlepas tangan dari masalah energi tersebut. Perencanaan adalah kata kuncinya. Kesalahan dalam perencanaan ketersediaan energi nasional akan berdampak langsung pada pembangunan nasional itu sendiri. Tidak ada pengecualian bagi negara yang terbilang masih mempunyai banyak sumber energi seperti Indonesia.
Perlu diingat bahwa sejak tahun 2004, khususnya untuk minyak bumi, sebenarnya Indonesia sudah bisa disebut sebagai negara pengimpor minyak karena kebutuhan minyak buminya sudah melebihi dari yang dihasilkannya sendiri, walaupun untuk gas alam dan batubara masih mencukupi kebutuhan nasional bahkan masih bisa untuk diekspor. Perlu juga dicatat, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh British Petroleum, 2009 [1], diketahui bahwa sampai akhir tahun 2008 cadangan energi fosil Indonesia akan habis dalam jangka waktu 10.2 tahun untuk minyak bumi, 45.7 tahun untuk gas bumi, dan 19 tahun untuk batubara. Tentunya ini dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan baru dengan tingkat produksi tetap.