
Photo by Jan-Rune Smenes Reite: https://www.pexels.com/photo/oil-platfrom-rig-in-the-middle-of-the-ocean-3207536/
Pagi itu saya sedang menyiapkan segelas kopi. Pahit. Belum sempat saya teguk, WhatsApp masuk. Dari Erik Hilmi. Pak Erik ini mahasiswa saya. Semester 4 dia sekarang. Rencananya mau sidang tesis di bulan Mei ini.
Isinya simpel. Hanya satu kalimat:
“Gara-gara paper kita ini, Pak”
Disertai dengan tangkapan layar. Sebuah slide presentasi. Judulnya soal energi terbarukan di rig migas. Itu paper pertamanya yang sudah publish di sebuah jurnal internasiaonal. Yang ingin tahu, silahkan ketik saja namanya di Google!
Saya langsung tersenyum. Dalam hati: Aha… pasti ada kabar bagus.
Benar saja. Erik lanjut cerita, kalau dia baru saja tampil sebagai pembicara dalam sebuah seminar energi. Judulnya keren: Diskusi Nasional Migas Berkelanjutan.
Dan yang bikin saya makin terharu, “Itu adalah pengalaman pertamanya saya jadi speaker, Pak”.
Bagi saya, ini bukan kabar biasa. Ini kabar yang bikin kopi pahit pagi saya terasa lebih hangat.
Saya pun membalas:
“Mantab, Pak Erik. Senang sekali hati saya. Semoga Pak Erik semakin berkibar dalam dunia kerjanya. Semangat terus ya, Pak Erik… nanti kalau dapat ide penulisan yang menarik lagi bisa kita mainkan sampai gaspolll.”
Erik memang bukan mahasiswa biasa. Di kelas S2 Energi Terbarukan tempat saya mengajar, dia termasuk yang paling aktif. Punya semangat yang tak pernah padam. Waktu saya bentuk tim editor buku di kelas Sistem Manajemen Energi, dia saya tunjuk sebagai ketua tim. Bareng Pak Uhanto, Pak Rifki, dan Pak Istakhry. Dan hasilnya? Buku jadi. Catat! Dua buku ya! Bukan cuma jadi, tapi juga layak dipajang keduanya.
Tapi cerita pagi ini bukan soal buku. Bukan juga soal perkuliahan. Ini soal dampak. Tentang bagaimana satu paper ilmiah yang kami tulis bersama, bisa mengantar Erik duduk di panggung diskusi nasional. Bukan sebagai peserta. Tapi sebagai narasumber.
Dia masih punya satu lagi. Publikasi di jurnal. Judulnya juga tidak main-main: soal aplikasi energi terbarukan di offshore rig. Ini tema masa depan. Dan manuskrip itu sudah accepted di jurnal Scopus Q3. Dijadwalkan publish September 2025.
Saya yakin, banyak yang mungkin belum menyadari, betapa satu karya tulis bisa membuka pintu karier. Bisa jadi jembatan ke dunia yang lebih besar. Erik membuktikannya.
Dan bagi saya, Erik bukan cuma mahasiswa yang tekun. Dia juga sudah menjadi inspirasi bagi teman-teman seangkatannya.
Di kelas kami yang hybrid. Kuliah daring dan luring. Kami tidak hanya mengejar gelar. Tapi juga membangun portofolio. Meninggalkan jejak akademik. Dalam bentuk buku, jurnal, ide-ide yang bisa dibaca orang. Bahkan bisa diketik di Google.
Hari ini, giliran Erik yang bersinar. Saya percaya, sinarnya akan menular. Ke teman-temannya. Ke rekan kerjanya. Bahkan mungkin ke generasi setelahnya.
Dan saya, cukup duduk di belakang. Sambil tersenyum. Sambil menikmati kopi yang sekarang sudah dingin.
Tapi hati saya?
Masih hangat.