The Indonesian car industry sector has quite a promising outlook. The Indonesian Automotive Industry Association (Gaikindo) estimates that 880,000 units were sold in 2011, beating its target of 850,000 units, and projected that 950,000 units would be sold in 2012.
Unfortunately, the nation’s nascent car industry cannot take advantage of increased sales numbers. Until now, so-called national cars have not been able to develop in Indonesia. There have been several contenders — such as the Komodo, the Wasp, the GEA, the Marlip, the Maleo, the Wakaba and the Timor — but none has received serious attention from the government.
Suddenly, however, the Kiat Esemka made headlines after Joko “Jokowi” Widodo, the mayor of Surakarta, Central Java, announced that a car assembled by vocational high school students would be his official vehicle, instead of a branded luxury vehicle made by a famous manufacturer.
The Kiat Esemka’s rise to fame — many have deemed it a potential ”national car” — motivated a fair number of skeptics and cynics to comment. Others hope that the Kiat Esemka will meet with a fate different from its predecessors. However, as the vehicle recently flunked its emissions test, can we rest our hopes with the Kiat Esemka — or with Jokowi?
Jokowi was apparently ready for the vehicle’s failure. Without pleading for pity or blaming others, Jokowi even encouraged the Kiat Esemka manufacturing team not to get upset or to be shocked by the results, but immediately correct any deficiencies.
The mayor did not stop there. Jokowi then explored the possibility of cooperating with Germany by inviting the German ambassador to see the Kiat Esemka’s manufacturing process. As a result, technical assistance and training will be provided by a German car factory.
Before making headlines with his support of the Kiat Esemka, Jokowi was already popular for reforming the local bureaucracy. Jokowi, who evinces an attitude of simplicity, is widely respected by Surakartans.
Among his achievements are an increase in investment in Surakarta, the development of urban infrastructure, improved education and the revitalization of traditional markets, such as in the relocation of secondhand good vendors from the Banjarsari Garden area to other sites without incident.
Further, Jokowi defended local traditional markets, bucking higher authorities and daring to oppose their plans to build a modern market in the city. He also developed a rail transportation system — the Batara Krishna Railbus.
Jokowi has made many achievements as a mayor. But to realize the birth of a national car will be a real challenge for him. To avoid failure, there are three things that the manufacturers of the Kiat Esemka and Jokowi must pursue.
First, they should never give up due to failure. They must continue to improve and innovate.
Botching a first emissions test is normal. Leading car manufacturers have had many such failures. It is not an end point, but part of the process.
The important thing to do is to immediately correct deficiencies. Special attention, however, must be paid to intellectual property and copyrights. Everything should be clear from the beginning.
Second, we must not be afraid to dream of developing energy-efficient cars, such as electric cars. It is the future.
Indonesia’s fuel consumption is increasing, while oil production is dwindling. This is very alarming. Indonesia should not allow its technological dependence on other nations increase. The Kiat Esemka team must also ensure its plans accord with the government’s automotive and energy roadmaps. Over time, the nation’s hopes might rest with the Kiat Esemka.
Third, the team must stay focused with all the action plans that have been made. Synergies and coordination with various parties should be further improved.
Imagine the number of new jobs that would be created for Indonesians if the Kiat Esemka was a success. By displaying determination, sincerity and savvy, the Kiat Esemka will attract investors without additional effort. Do not be overbearing or do things on the cheap. The Kiat Esemka team must simply do its best.
Similarly, the government has three things it must do to make the Kiat Esemka a success.
First, it should harness the momentum of the Kiat Esemka by giving support. Many countries started their national car projects in cooperation with well-established car manufacturers. Japan, Korea and Malaysia, for example, went further and gave their full support.
Second, the government should provide technical design assistance for the Kiat Esemka. Do not let it compete freely with established car manufacturers, but don’t spoil it, either.
The most important and complex part of any car is its internal combustion engine is the technology of its engine block. Do not be ashamed if, for instance, the Kiat Esemka imitates other products in its early stages. Japan, a giant in the automotive world today, initially started by improved and innovated.
Third, the government should instill a sense of pride in the Indonesian people to use our own products as a form of nationalism. What has been created by the nation, should be appreciated by the nation, without reproach or insult. If we do not ever have the will, we will forever depend on the technology of other countries.
Finally, we need real and serious action, as already demonstrated by the Kiat Esemka team and Jokowi. Whether the Kiat Esemka is able to prove itself as a national car — or whether there is nationalism behind the Kiat Esemka — only time will tell.
The Kiat Esemka team must continue to show resilience. We, as a nation, must support their initiative.
_____________________________________________________________________________
The writer is a consultant and a researcher at the Solar Energy Research Group at the Kanagawa Institute of Technology, Japan.
Artikel Asli (dalam bahasa Indonesia):
Adakah Nasionalisme Dibalik Esemka?
Sektor industri mobil di Indonesia cukup menjanjikan. Gaikindo memperkirakan, 880.000 unit mobil terjual sepanjang 2011 lalu, melampaui target 850.000 unit, bahkan diproyeksikan menembus 950.000 unit di 2012. Sepanjang tahun 2010, terjual 764.710 unit dengan omzet Rp 114,6 T. Sayangnya, peluang itu belum bisa dimanfaatkan oleh industri mobil nasional. Sampai saat ini, industri mobil nasional tidak bisa tumbuh di negara ini. Walaupun pernah ada beberapa calon mobil nasional, seperti Komodo, Tawon, GEA, Marlip, Maleo, Wakaba, Timor, tetapi sayangnya, tidak satupun yang mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Tiba-tiba, nama dari Esemka melejit. Alasannya adalah karena, Jokowi, walikota Solo, mengumumkan bahwa Esemka, mobil yang dibuat oleh pelajar SMK, dijadikan sebagai kendaraaan dinas walikota dan wakil walikota. Seperti sudah hal yang biasa di negeri ini, banyak pejabat penting yang lebih suka memilih kendaraan mewah, tentu mahal, dari produsen mobil terkenal. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang kaget dan ingin tahu, sehingga rumah dinasnya seperti show room mobil, dikunjungi banyak orang dari berbagai kalangan, hanya untuk melihat Esemka dari dekat. Biasanya, jika ikut dalam suatu pameran otomotif, mobil nasional hanya dipandang sebelah mata, lokasinya paling pojok sehingga sepi dari pengunjung.
Maka, kehadiran dari Esemka dan Jokowi yang mengusung mobil nasional, tentu menyebakan banyak pihak yang skeptis dan sinis. Tetapi, tidak sedikit pula yang berharap agar Esemka tidak senasib dengan para pendahulunya. Namun, dengan gagalnya Esemka dalam uji emisi terdahulu, apakah kita masih bisa berharap ke Esemka dan Jokowi?
Sekilas tentang Jokowi
Semua tahu, Esemka telah gagal pada uji emisi beberapa hari yang lalu. Kelihatannya, Jokowi sudah siap menerima kegagalan itu. Tanpa memelas minta dikasihani, mempolitisasi ataupun menyalahkan orang lain, Jokowi langsung menyemangati pelajar SMK dan timnya agar tidak sedih dan terpukul, tetapi segera memperbaiki segala kekurangan. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang leader.
Salah satu bukti keseriusan Jokowi untuk mendukung Esemka, terlihat dari bagaimana dia menjajaki kerjasama dengan Jerman dengan mengundang Duta Besar Jerman ke Solo untuk melihat proses pembuatannya. Hasilnya, kemungkinan ada pendampingan teknis dan kesempatan mendapat pelatihan di sebuah pabrik mobil di Jerman. Sebenarnya, Esemka bukanlah mobil yang tiba-tiba ada, tetapi sudah direncanakan 4-5 tahun lalu. Bahkan, aspek-aspek kunci rencana pengembangannya, meliputi disain, manajemen, hingga produksi massal pun sudah dipersiapkannya.
Sebelum memperkenalkan Esemka seperti sekarang ini, Jokowi, yang mantan ketua Komisariat Daerah (komda) Asosiasi Industri Mebel Indonesia (Asmindo) Solo, sebenarnya sudah lama dikenal dan dibicarakan publik. Dia dianggap sebagai walikota Solo yang sukses, dengan melakukan sejumlah terobosan yang cemerlang. Jokowi telah dianggap berhasil dalam reformasi birokrasi dan pembangunan kota Solo. Ditambah dengan sikap kesederhanaan, keteladanan, dan kepeduliannya, membuat Jokowi semakin dicintai rakyatnya.
Cukup banyak kesuksesan yang sudah diraih olehnya, seperti di bidang investasi, infrastruktur kota, pencapaian pendidikan, revitalisasi pasar tradisional, city walk, dsb. Relokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari berhasil tanpa gejolak. Disaat kota lain belum fokus atau terlambat membangun transportasi berbasis rel, kota Solo malah sudah punya Solo Railbus Batara Kresna. Kemudian, dia pun berani menentang rencana pembangunan pasar modern, yang sebenarnya didukung oleh penguasa lebih tinggi, demi membela para pedagang di pasar tradisional.
Jadi, rasanya tidak berlebihan menganggap Jokowi sebagai salah satu contoh pemimpin visioner di Indonesia saat ini. Tidak sedikit pejabat di negeri ini yang begitu mementingkan diri sendiri, melupakan janji-janji kampanye, akhirnya tanpa berbuat banyak, apalagi mengapresiasi karya rakyatnya sendiri. Jokowi bagaikan setetes air untuk melepas dahaga bagi negeri ini, yang menginginkan model nyata bagi perubahan. Sejak runtuhnya orde baru, harapan seperti itu begitu tinggi, namun masih jauh dari kenyataan.
Apapun itu, yang jelas, dia sudah membuktikan kinerjanya dengan hasil yang nyata. Namun, dengan prestasi birokratnya itu belum menjadi jaminan baginya untuk mampu mewujudkan lahirnya sebuah mobil nasional. Maka, inilah tantangan yang sesungguhnya bagi Jokowi!
Apa yang seharusnya dilakukan oleh Esemka dan Jokowi
Agar tidak salah langkah, ada 3 hal yang harus dilakukan oleh Esemka dan Jokowi.
Pertama, jangan pernah menyerah dari kegagalan, dengan terus melakukan improvisasi dan inovasi. Tetaplah semangat dalam mewujudkan national car yang didambakan dan didukung oleh rakyat Indonesia. Kegagalan uji emisi yang lalu adalah hal wajar dan pernah juga dialami oleh pabrikan mobil ternama. Kegagalan bukanlah titik akhir, tetapi bagian dari proses. Yang terpenting adalah, segeralah memperbaiki kekurangan! Juga, selesaikan masalah antar personal dari pihak-pihak yang terlibat selama ini, termasuk keaslian disain mesin, hak cipta, dsb. Ingatlah, jangan sampai ada ribut-ribut sebelum membuktikan. Semuanya harus jelas dari awal!
Kedua, jangan takut untuk bermimpi dari sekarang, dengan visi membuat mobil yang hemat energi atau tanpa BBM, misalnya mobil listrik. Itulah yang menjadi trend mobil masa depan. Ingatlah, dari tahun ke tahun, konsumsi BBM negara kita semakin meningkat, tetapi tanpa diimbangi oleh produksi minyak yang semakin menipis. Tentu kondisi ini sangat mengkhwatirkan. Maka, jangan biarkan gap ketergantungan terhadap teknologi negara lain semakin besar. Pastikan rencana ini selaras dengan roadmap industri otomotif dan energi pemerintah. Seiring dengan berjalannya waktu, harapan itu mungkin akan bisa dipikul oleh Esemka, jika tidak salah arah dan langkah.
Ketiga, tetaplah fokus dengan segala action plan yang telah dibuat. Tidak usah menghiraukan komentar negatif, yang akan melemahkan semangat. Sinergi dan koordinasi dengan berbagai pihak yang saling mendukung selama ini, harus lebih ditingkatkan. Bayangkan, betapa banyaknya nanti peluang tenaga kerja yang tercipta jika Esemka sukses. Dengan modal tekad, kesungguhan, dan tentu ”permainan cerdas”, investor akan datang dengan sendirinya. Tetapi, jangan terkesan sombong ataupun murahan. Lakukanlah yang terbaik.
Hal-hal Yang Dilakukan Oleh Pemerintah
Untuk suksesnya Esemka atau mobnas, ada 3 hal yang harus dilakukan pemerintah.
Pertama, pemerintah seharusnya segera menangkap momentum yang diperlihatkan oleh Esemka. Berikanlah dukungan selayaknya. Proyek mobnas di negara lain awalnya dimulai dari kerja sama dengan pabrikan mobil yang sudah mapan, didukung penuh oleh pemerintahnya. Jepang, dulunya kerja sama dengan sebuah perusahaan mobil USA, sedangkan Malaysia dengan sebuah perusahaan mobil Jepang. Kerja sama yang saling menguntungkan adalah hal yang wajar.
Kedua, pemerintah seharusnya tidak berlepas tangan, terutama dalam memberikan bantuan seperlunya menyangkut hal teknis disain. Jangan biarkan Esemka bersaing secara bebas dengan industri otomotif yang sudah kuat, tetapi jangan pula dimanjakan. Sebenarnya, yang paling penting dikuasai dari mobil bermesin bakar itu adalah teknologi dari blok mesinnya. Tidak usah malu kalau tahap awalnya masih meniru produk lain. Jepang, yang menjadi raksasa otomotif dunia saat ini, awalnya juga dimulai dari proses imitasi, dan kemudian improvisasi dan inovasi.
Ketiga, pemerintah harus mampu menanamkan rasa percaya dan bangga mengonsumsi produk kita sendiri, yang ditanamkan sebagai bentuk nasionalisme. Apa yang sudah diciptakan oleh bangsa kita, selayaknya diapresiasi tanpa harus dicela ataupun dimaki. Jika kita tidak pernah mau menghargai kita sendiri, atau dengan arti tanpa menunjukkan nasionalisme, maka selamanya tergantung dengan teknologi negara lain.
Tentu, bukan maksud terlalu melebih-lebihkan, atau terfokus kepada Jokowi dan Esemka, atau menganggap tidak ada lagi pemimpin lain yang lebih hebat, atau sok gaya dengan mempunyai mobnas. Tetapi, kita memang butuh perbuatan nyata dan keseriusan, seperti yang ditunjukkan oleh Esemka dan Jokowi.
Persoalan apakah Esemka mampu membuktikan dirinya sebagai mobil nasional atau tidak, hanya waktulah yang akan menguji keuletan Jokowi dan kesungguhan pemerintah dalam mewujudkan harapan bangsa ini.
Erkata Yandri, Atsugi, Japan | Sat, 03/24/2012 2:33 PM