Sepanjang 2010, paling tidak sudah dua kali isu reshuffle terjadi, walaupun sempat mereda di Januari, tetapi kembali merebak di Pebruari 2011. Untuk kesekian kali pula ”daftar nama” yang hampir sama disuguhkan ke publik. Ada beberapa menteri berlangganan ”nilai merah”, salah satunya adalah Darwin Zahedy Saleh (DZS), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (MESDM). Beberapa hari lalu menghangat lagi dengan rumor pengunduran diri Dirut Pertamina untuk dijadikan MESDM. Entah sumber dengungnya berasal dari dalam maupun luar lingkaran kekuasaan, semuanya dipicu dari laporan kinerja menteri yang dibuat oleh Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Dari reaktifnya beberapa pihak menyorotnya, sepertinya terkesan agak emosional dan dangkal alias kurang profesional. Stempel ”jelek” sudah melekat kuat. Yang jelas, penilaian lebih banyak didukung oleh beberapa fakta ”hot” sesuai masanya, seperti lambatnya penyelesaian beberapa UU, tidak menentunya jaminan pasokan gas dan batubara dalam negeri, tidak tercapainya target produksi minyak nasional, kasus meledaknya tabung gas, korupsi proyek Solar Homes System, dsb.
Ditambah lagi dengan kesan kurang memahami masalah di ESDM, terbaca sewaktu pertemuan penting dengan DPR. Tentu semakin meragukan kemampuannya dalam mewujudkan agenda penting di ESDM, yaitu terjaminnya pasokan energi, meningkatnya nilai tambah industri mineral dan terjaganya penerimaan negara dari sektor energi dan mineral, sambil tetap berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca, untuk berpartisipasi dalam mitigasi perubahan iklim.
Kinerja ESDM Bersama Darwin
Tidak mudah bagi publik biasa menilai kinerja sebuah departemen secara fair dan berimbang jika tidak begitu memahami dan menyelami departemen tersebut. Namun, paling tidak dengan menganalisa laporan akhir tahunnya, sudah bisa memberikan sedikit gambaran. Berdasarkan analisa laporan akhir tahun ESDM 2009 & 2010, dengan menepis anggapan rekayasa laporan, sepertinya ESDM sudah ”on the right track”.
Secara umum ada peningkatan kinerja dari 2009 ke 2010. Untuk 2010, memang ada beberapa kinerja yang tidak mencapai target, seperti pencapaian lifting minyak bumi 99%, pembangunan pembangkit listrik 52%, pencapaian rasio kelistrikan 99.1%, pencapaian investasi kelistrikan 63.5%, investasi energi baru dan terbarukan 78%, tetapi juga diimbangi dari sisi penerimaan negara yang melebihi target, seperti; pencapaian penerimaan migas 102%, realisasi penerimaan mineral dan batubara 120%.
Ada dua dugaan tidak tercapainya target. Pertama, ESDM masih ekstra fokus ke eksplorasi minyak daripada pembangunan infrastruktur kelistrikan. Kedua, lemahnya koordinasi internal dan eksternal ESDM, menyebabkan lemahnya penyelesaian proyek. Tingginya pencapaian target penerimaan migas dan mineral/batubara dimungkinkan dua hal. Pertama, mindset ESDM masih kental dengan dominasi energi fossil yang tidak terbarukan. Kedua, adanya pola kejar ”setoran” di penyelesaian ijin usaha tambang atau pemilihan yang lebih besar nilai proyeknya.
Dari analisa di atas, akankah SBY mempertahankan atau mencari orang baru? Jika SBY paham dan sepakat dengan parameter kinerja yang dipakai ESDM maupun UKP4, dan ditambah dengan memahami kemampuan teknikal maupun manajerial menterinya, tentu SBY sudah bisa menjawabnya dengan mudah. Intinya, kedua pilihan memberikan konsekuensi tersendiri. Jika diganti, harus cepat beradaptasi. Jika tidak, harus cepat berubah!
Saran Untuk SBY
SBY harus cepat dan tegas memutuskan. Jangan sampai membuat suasana penuh keraguan dan kebingungan. Apapun keputusannya, ada beberapa point penting yang harus dilakukan.
Pertama, perbaikan pola manajemen kerja di ESDM. SBY harus lebih menjalankan fungsi pengawasan dan bantuan ke menterinya. SBY harus lebih fokus memperhatikan kinerja yang masih merah tanpa harus mengabaikan yang sudah bagus. Untuk menarik minat investor di sektor kelistrikan, khususnya energi terbarukan, ESDM harus fokus mengatasi penghambatnya. Untuk itu, ESDM harus mampu berkoordinasi dengan departemen terkait lainnya agar sumbatan investasi cepat diatasi.
Kedua, perubahan mindset ESDM. Salah satu kontribusi utama ESDM adalah pemasukan dari penambangan energi fossil, seperti minyak bumi, gas, dan batubara dan mineral lainnya. Mindset ESDM harus berubah dari bangga dengan sumbangan energi fossil dan tambang, harus bergeser kepada kebanggaan perkembangan energi terbarukan. Apalagi sudah ada Direktorat Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi. ESDM harus berimbang ke energi terbarukan, terutama yang bisa membuka lebih banyak lapangan kerja seperti aplikasi sel surya, dan energi angin. Dibutuhkan koordinasi hebat antar departemen, seperti: industri, tenaga kerja, perumahan, lingkungan, ristek, dsb.
Dengan melihat fakta masalah energi nasional terkini dan tantangan energi global, Indonesia sangat membutuhkan sosok MESDM yang gesit, cerdas, inovatif dan koordinatif. Dia harus berani dalam membuat terobosan jauh ke depan, tetapi tidak loyo dengan pekerjaan harian.
Semua terpulang ke SBY. Mari kita hargai keputusannya. Paling tidak dijadikan cermin, apakah SBY cukup peduli masalah energi atau tidak. Terakhir, silahkan jawab judul di atas, Pak SBY!
https://eddysatriya.files.wordpress.com/2011/02/gantimenteriesdmkah.pdf