Topik pariwisata Sumbar pada artikel yang lalu ternyata cukup menarik. Paling tidak itu bagi teman-teman saya di grup WA Chiex-Thiego SMA 1 Padang. Mungkin anda tidak akan percaya kalau diskusinya masih berlanjut juga sampai saat ini. Sampai tulisan ini tayang di KOMPASIANA sekalipun. Sampai anda baca saat ini. Padahal, tidak satupun dari kami yang punya latar-belakang pendidikan pariwisata. Atau, tidak ada juga yang bekerja maupun berusaha di sektor kepariwisataan.
Teman saya yang jurnalis, pak dirut, bu prof, bu dokter, bu travel umrah. Oh ya, ada satu orang teman lagi yang sudah mulai aktif. Tadinya suka intip-intip saja. Jarang comment. Akhirnya terpancing juga. Pintar orangnya. Juara umum di SMP nya dulu. Punya bisnis sendiri. Sehingga menambah semangat grup. Apalagi setiap idea yang mereka sampaikan, saya masukkan ke dalam setiap artikel opini. Semakin bersemangat dan happy. Sebenarnya, kami semua hanya bermodal semangat empat-lima saja. Sok tahu. Sok keren. Tapi berani ngaku-ngaku berbagi pendapat. Untuk Sumbar, tanah kelahiran tercinta.
Kali ini diskusinya sudah jauh mengarah ke hal yang lebih detail. Implementasi! Bagaimana pelaksanaannya nanti. Hal-hal yang harus dikerjakan oleh pasangan terpilih ini, Mahyeldi-Audy. Ini menyangkut ke visi-misi yang pernah mereka sampaikan ke publik via KPU Sumbar sebelum pemilihan. Coba tengok mereka punya visi; “Terwujudnya Sumatera Barat Madani yang unggul dan berkelanjutan”. Ada 7 item misi. Yang terang-terangan menyangkut kepariwisataan adalah pada item yang ke-5, yaitu; “Meningkatkan ekonomi kreatif dan daya saing kepariwisataan”.
Terus, yang paling menarik di sini adalah pada salah satu program unggulannya yang paling terkait erat dengan pariwisata. Tepatnya point ke-13, yaitu, “Membangun industri pariwisata melalui 1 destinasi wisata berkelas internasional dan 19 destinasi wisata unggulan”. Kalau dicermati, point ke-11 sampai ke-15 itu sebenarnya berhubungan dengan pariwisata. Artimya, paling tidak, lebih dari sepertiga fokus mereka berdua menyangkut kepariwisataan. Wooow, menarik sekali bukan?
Berdasarkan visi-visi yang sudah disampaikan oleh Mahyeldi-Audy itu, maka pertanyaannya sekarang adalah seberapa cepatkah pariwisata Sumbar bisa menggeliat di masa pemerintahannya? Ini bukanlah semacam pertanyaan yang terlalu optimis. Atau, juga terlalu banyak berharapdotcom. Bukan ….. bukan itu! Anggap saja ini semacam doromgan semangat agar kita semua optimis mewujudkan kemajuan Pariwisata Sumbar. Paling tidak dalam 5 tahun ke depan. Bersama pasangan terpilih ini. Suatu harapan yang besar untuk kemajuan Sumbar ke depan. Jangan sampai hasilnya nantinya ”samo sajo, sami mawon, business as usual”. Itu yang harus dihindari. Sebenarnya ada tiga hal yang mendasari mengapa ada pertanyaan begitu. Tentunya dengan beberapa pertimbangan dan analisa.
Pertama; visi-misi yang belum detail. Belum jelas. Belum diturunkan sampai ke aksi, atau rencana tindakan (action plan). Belum bisa juga dieksekusi. Maklumlah, ini pasti dibuat secukupnya saja sebagai syarat untuk siap-siap berlaga di pilkada. Yang penting isinya menarik. Mempunyai nilai jual. Senjata ampuh untuk memenangi pertarungan. Soal detailnya ya urusan belakangan saja. Nah, kalau mereka sudah dinyatakan menang begini, ya artinya sudah harus jelas. Item kegiatan apa yang akan dilakukan. Siapa yang ditunjuk sebagai penanggungjawabnya (people in charge). Dan, kapan waktu diharapkan selesai (due date).
Selanjutnya, ini juga harus sampai ke pengukuran kinerja sebagai alat evaluasi pencapaian. Ini yang disebut dengan indikator kinerja utama (KPI). Yang tentunya seiring dengan menentukan goal (sasaran) yang SMART. Sehingga, sehisih (variance) antara aktual pencapaiannya dengan goal bisa menjadi acuan perbaikan dengan rencana tindakan selanjutnya. Mengenai SMART goal, saya tidak membahasnya lagi. Itu sudah dibahas pada artikel sebelumnya di sini.
Pada tahap awal pemerintahan, saya sarankan agar Mahyeldi-Audy turun tangan langsung membenahi kepariwisataan. Terlibat dalam menyusun action plan untuk membuat lebih detail visi-mis-aksi sampai ke penentuan goal dengan KPI yang semestinya. Jangan sampai nanti kehilangan jejak dengan terima beres diserahkan ke orang lain. Akhirnya tidak tahu banyak, bahkan tidak tahu apa-apa. Tentunya, mau apa pun yang dilakukan dan apa pun hasilnya, semua harus mengacu lagi visi yang sudah disampaikan dari awal, ”Terwujudnya Sumatera Barat Madani yang unggul dan berkelanjutan”. Mantab, pemakaian kata “madani, unggul, dan berkelanjutan” adalah sudah tepat.
Kedua; masa 5 tahun itu tidaklah panjang. Tetapi tidak pula singkat. Cukuplah kalau mau membuktikan. Banyak yang bisa diperbuat dengan jatah waktu sebanyak itu. Tanpa harus berpikir dulu untuk menggapai di periode berikutnya. Kerjakan, selesaikan dan tuntaskan apa yang sudah ada di depan mata. Apalagi untuk mengantisipasi lonjakan aktifitas perekonomian dan wisata dengan selesainya jalan toll Sumatera. Ini efeknya tidak main-main dan tidak boleh lengah. Lengah sedikit, peluang akan lari ke ”tetangga sebelah”. Berikutnya ”tidak dipercaya”. Percayalah! Apa yang ada di visi-misi ini mesti terwujud dalam waktu yang sangat singkat, 3 tahun saja. Siap?
Saya yakin, dengan tagline: ”Basamo membangun Sumbar”, mereka akan mendapatkan dukungan penuh. Orang Sumbar kalau sudah selesai pemilu dan tahu siapa yang menang, nampaknya selesai urusan. Tidak ada lagi dikotomi ataupun politomi antar kelompok. Urusan tidak berkepanjangan. Semuanya telah melupakan “perang” kemaren. Semua bersiap-siap membangun daerah bersama pemimpin baru dengan selalu dibanggakan. Inilah karakter Minang yang sesungguhnya. Perlu dicontoh oleh Indonesia secara keseluruhan dalam menyikapi hasil pemilu nasional.
Ketiga; potensinya wisata Sumbar yang besar. Kayaknya ini tidak perlu lagi dijelaskan lebih detail. Sudah dibahas di artikel sebelumnya, di sini; Sumbar Tidak Hanya “Abu” Semen Padang: Sebuah Catatan untuk Tanah Kelahiran Tercinta. Dan terakhir di sini; Pariwisata Sumbar dengan Manajemen Garobak Padati: Sebuah Pekerjaan Rumah untuk Mahyeldi. Sayang kalau disepelekan.
Intinya, Sumbar mempunyai potensi wisata yang luar biasa. Alamnya indah. Darat, gunung, pantai dan laut laut punya. Budayanya yang khas dan menarik. Kulinernya apalagi. Makam dan jejak perjuangan tokoh nasioanal kelahiran Minang lengkap ada di sini. Potensi lengkap yang mungkin tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia. Potensi wisata yang banyak. Ada juga potensi wisata religi, semacam makam tokoh penyebar agama Islam di Sumbar. Begitu juga dengan wisata tokoh kemerdekaan, seperti Muhammad Yamin, Tan Malaka (simbolis), Bagindo Aziz Chan, dsb.
Berdasarkan apa yang sudah dipaparkan di atas, untuk mengolah potensi wisata yang besar itu, dengan waktu yang singkat 5 tahun, tidaklah cukup hanya dengan bermodal visi-misi yang sederhana. Untuk itu, ada 2 hal yang harus segera diambil.
Pertama; bagaimana untuk segera menata dan mendisain ulang pariwisata Sumbar, baik untuk jangka panjang maupun untuk 5 tahun ke depan di pemerintahannya. Tentunya ini harus lengkap dengan indikator kinerja pencapaiannya (KPI). Untuk itu, perlu semacam menggali ulang dan mengevaluasi ke belakang. Apa yang sudah tercapai dan apa yang belum. Mana yang bisa dikebut lebih cepat dan mana yang tidak. Mana yang bisa diprioritaskan dan mana yang tidak. Mana yang perlu diberikan perhatian khusus dan mana yang tidak. Tentunya ini perlu melibatkan stake-holder kepariwisataan agar mendapat masukan. Ini bisa dilakukan dalam bentuk webinar saja. Yang jelas, lebih hemat waktu dan biaya. Hasilnya bisa dijadikan semacam blue print untuk pengembangan pariwisata Sumbar.
Kemudian soal ”1 destinasi internasional”. Kuat dugaan saya, ini adalah Mentawai. Hanya Mentawai yang sudah mendunia dan dicari-cari oleh turis mancanegara. Terutama turis dari Australia. Pertanyaannya sekarang, mau seperti apa internasionalnya akan diarahkan? Apa sudah cukup dengan pelabuhan udara saja? Atau, di Mentawai sampai dibangun nantinya semacam pelabuhan Marina. Biar sekalian bisa menerima kapal pesiar dari mancanegera, terutama dari Australia dan New Zealand.
Tantangannya dasyat berlayar dari Australia atau New Zealand ke Mentawai mengarungi Samudera Hindia. Kalau yang kapal pesiar ini, kesiapannya tentu besar. Menyangkut ketersediaan logistik makanan, air bersih, bahan bakar, listrik, dan sebagainya. Ya, anggap saja soal kapal pesiar ini sebagai impian. Tidak harus juga beres dalam 5 tahun ini. Yang penting pariwisata Sumbar punya “mimpi”. Visi yang jauh ke ujung dunia sana.
Ini seperti merubah mindset dan cara pandang orang Sumbar terhadap Mentawai. Tadinya mungkin dianggap sebagai ”daerah buangan” karena dianggap hidup begitu susah di sana. Kalau industri wisata internasional saja bisa berkembang dengan cepat, bisa jadi Mentawai menjadi daya tarik tersendiri bagi orang Sumbar sebagi sumber lapangan kerja. Mindset mereka dalam mencari lapangan pekerjaan pasti akan berubah. Lihatlah sekarang bagaimana orang Bali yang mencintai pulaunya. Penghasilan mereka memang banyak dari situ, sektor pariwisatanya yang sudah dikenal luas.
Kalau targetnya orang Singapore dan Malaysia, termasuk dengan para pekerja asingnya (expatriates) yang ada di sana, maka yang dibutuhkan mereka adalah nuansa wisata alam yang masih alami. Spot-spot camping ground di hutan, danau, gunung, pantai. Hanya Sumbar yang punya itu. Saya yakin, 1 destinasi internasional dan 19 destinasi unggulan itu bukan asal comot saja. Pasti sudah punya ancar-ancar obyeknya. Sekarang tinggal bagaimana itu semua bisa tercapai. Bisa direalisasikan secepatnya. Tidak usah menunggu lama di akhir tahun kelima pemerintahan.
Kedua; bagaimana menggunakan pola manajemen yang efektif dalam mengembangkan dan memberdayakan potensi wisata yang ada di Sumbar. Perlu dibuat milestone atau jadwal dengan pencapaian yang jelas. Untuk karakteristik wisata Sumbar yang potensial namun belum digali dan dikembangkan secari optimal, maka dibutuhkan kendali dan koordinasi yang ketat dan cepat. Salah satu cara yang efektif adalah menerapkan Integrated Project Management, atau disingkat IPM.
Mumpung Wagub terpilih, Audy, pemegang sertifikasi IPM. Tentu ini sangat penting dimanfaatkan dengan benar. Tinggal menunjuk siapa yang akan menjadi IPM Manager yang “direct report” ke Wagub sebagai ”project owner” bersama dengan Gubernur. Obyek wisata maupun kawasan wisata yang akan dikembangkan dipegang oleh seorang Site Manager. Terserah mau apa namanya. Yang penting itu kelasnya!
Terus, masing-masing Dinas Pariwisata di Kab/kota maupun di Pemprov diberdayakan sebagai pengawas, atau juga quality control dalam struktur IPM sebagai Site Manager dengan koordinasi dari Dinas Provinsi. Tugas mereka ini lebih kepada optimaliatau upgrade dari obyek-obyek wisata yang sudah ada. Sementara itu, Site Manager yang lain bisa diambil dari pihak swasta jika ada yang mengembangkan obyek wisata di suatu kawasan.
Mengenai kinerja, tinggal dibuatkan saja kesepakatan dengan beberapa indikator penting (KPI) untuk mengevaluasi kemajuan setiap minggunya. Dengan cara ini, Mahyeldi-Audy akan mendapat update penting dari pengembangan wisata ini. Jika ada masalah yang dideteksi dari KPI yang tidak tercapai, baik waktu, kuantitas maupun kualitas. Mereka berdua harus segera membantu memberikan jalan keluar dari permasalahan tersebut.
Kalau pasangan ini serius untuk periode kedua, target panen pariwisata Sumbar jangan sampai lebih dari 3 tahun setelah dilantik. Tidak harus menunggu sampoai 5 tahun. Jangan kelamaan. Disinilah letak nilai jual sebagai modal ke periode berikutnya. Makanya, harus segera nge-gas sejak dari awal .Jangan sampai tidak. Catat, ini jika mereka tertarik tertarik saja ya!
Nantinya, struktur IPM yang temporer itu bisa ,angsung menjadi Sumbar Tourism Borad (STB). Langsung di bawah kendali Gubernur/Wakil. Sebagai struktur permanent, STB hampir mirip-mirip lah dengan Otorita Batam. Tentunya menjadi semacam Badan Pengeloloa Pariwisata Sumbar (BPP. Kawasan-kawasan yang berpotensi menjadi industri wisata dibebaskan menjadi aset BPP. Bisa jadi termasuk daerah pertaian maupun perkebunan sekalipun. Termasuk juga di sini seperti Kawasan Mandeh.
Tidak mungkin banyak berharap ke Dinas Pariwisata Provinsi, Kab dan kota yang terlalu birokratis. Sesuaikan saja fungsinya sebagai regulator dan pengawas kepariwisataan. BPP bisa Ada indikator kinerja (KPI) yang sudah diset dari awal dengan goal gubernur nan diturunkan dari visi-misi Mahyeldi-Audy.
Terakhir, ini masalah promosi. Marketing. Pemasaran pariwisata. Begini, cobalah untuk tidak pernah ikut-ikutan ke model promosi pariwisata yang jor-joran seperti ”jaman batu” dulu. Jaman sebelum ada internet kata orang. Entah apa lah itu kalau ada yang pergi serombongan dengan alasan studi-banding kesana kesini lah, pergi ikut pembukaan kerjasama dengan instansi anu dan negara itu lah, buat ”alek-alek ketek” yang tidak jelas efeknya lah, dsb. Kegiatan yang hasilnya tidak bisa dipertanggung-jawabkan.
Jaman sudah berubah. JAMAN NOW. Jamannya internet yang sudah sampai ke ujung pelosok negeri. Smartphone sudah dipegang oleh segala usia. Jadi, optimalkan saja yang online-online dan sosmed-sosmed (Instagram, YouTube, Facebook, dsb). Lebih aplikatif, efisien dan efektif. Kepala jadi tidak pening atau nyut-nyut-nyut pusing.
Jadi, seberapa cepatkah pariwisata Sumbar dibuat menggeliat? Jawabannya tergantung dari bagaimana Mahyeldi – Audy mengonsepkan pariwisata Sumbar dengan cepat dan tepat untuk lima tahun ke depan pemerintahannya. Semuanya tergantung dari bagaimana mereka berdua bisa dengan cepat melihat dan menyelesaikan permasalahan kepariwisataan di Sumbar dengan tindakan yang cepat, tepat dengan hasil yang terukur. Tentunya itu semua didukung dengan koordinasi dan evaluasi kinerja yang rutin agar apa yang sudah direncanakan tercapai sesuai waktu, kuantitas dan kualitas yang diharapkan. Mari kita tunggu gebrakan nyata dari mereka berdua untuk mempercepat kemajuan pariwisata di Sumbar.
Semoga apa yang sudah diputuskan di MK itu adalah yang terbaik bagi kita semua. Selamat untuk Mahyeldi-Audy.
Sumber: